9 Tokoh Ulama Besar Islam Berdarah Palestina
Author; Nurohman
Bener banget, Palestina itu wilayah yang sangat bersejarah dalam Islam. Wilayah ini dikenal sebagai “bumi para nabi” karena banyak nabi besar dalam agama Islam lahir di sana atau melakukan perjalanan penting di wilayah tersebut. Selain itu, Palestina juga melahirkan banyak ulama besar yang karyanya masih dipelajari dan dihormati oleh umat Islam hingga saat ini.
Sejarah nama wilayah ini memang mencakup berbagai periode, termasuk zaman Nabi Ibrahim AS, ketika wilayah itu disebut Syam. Selanjutnya, selama sejarah Islam, wilayah ini juga dikenal dengan sebutan Damaskus, terutama pada masa kekuasaan dinasti Umayyah dan setelahnya.
Nama Palestina sendiri mulai populer seperti sekarang ini dalam konteks politik dan geografis lebih modern. 9 Tokoh Ulama Besar Islam Berdarah Palestina, mereka adalah cahaya dalam kegelapan, menjaga keaslian ajaran Islam, dan memperjuangkan hak-hak umatnya di tengah tantangan dan konflik yang melanda tanah air tercinta
Palestina memainkan peran penting dalam sejarah Islam dan menjadi pusat berbagai peristiwa penting dalam agama ini. Keberagaman budaya dan sejarah di wilayah tersebut telah memberikan kontribusi besar terhadap warisan agama dan intelektualitas Islam.
Universitas Alma ata dapat menjadi wadah yang tepat untuk lebih mendalam dalam memahami dan menelusuri kekayaan sejarah, budaya, dan intelektualitas yang terkait dengan Palestina dalam konteks agama Islam. Berikut adalah 9 Tokoh Ulama Besar Islam Berdarah Palestina:
- Imam asy-Syafi’i
Imam asy-Syafi’i atau Muhammad bin al-Mathlabi al-Hasyimi al-Qurasyi memang merupakan salah satu ulama besar yang lahir di Ghaza, Palestina.
Dalam Manaqib asy-Syafi’i jilid I, halaman 73, Al-Baihaqi menceritakan bahwa Imam Syafi’i sendiri mengatakan bahwa beliau berasal dari Ghaza. Imam Syafi’i pernah mengatakan:
وُلدتُ بغزة سنة خمسين ومئة، وحُملت إلى مكة وأنا ابن سنتين
Aku lahir di Gaza tahun 150 H, dan aku dibawa ke Makkah sedang umurku saat itu adalah dua tahun.
Ilmu syair juga jadi satu di antara keahlian yang dipunya Imam Syafi’i. Jadi, ada catatan dalam Mu’jam al-Buldan jilid II, halaman 202, tentang syairnya yang nunjukin kerinduannya ke tempat kelahirannya, yaitu:
وإنّي لمشتاقٌ إلى أرضِ غزَّةَ * وإن خانَني بعدَ التفرُّق كِتماني
سقَى اللهُ أرضا لو ظفرتُ بتُربِها * كَحَلتُ به من شِدّة الشوقِ أجفاني
Dan aku merindukan tanah Gaza * meskipun rahasia mengkhianatiku setelah perpisahan.
Tuhan mengairi tanah itu, jika aku dapat menemukan tanahnya * maka kelopak mataku akan memerah karena kerinduan yang sangat besar.
Dalam Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik jilid III, halaman 179, al-Qadhi ‘Iyadh menceritakan tentang suatu kejadian di mana seorang qadhi pemerintah ‘Abbasiyyah, Harun bin ‘Abdullah az-Zuhri, menginap di rumah Imam Syafi’i di Gaza. Waktu itu, Imam Syafi’i udah terkenal banget dan dikenal sama banyak orang. Malam itu, beliau lagi nulis buku .
Harun pun bertanya: “Engkau membuat dirimu lelah, begadang, membuang-buang minyak, dan menulis buku-buku yang bertentangan dengan mazhab masyarakat Madinah, siapakah yang akan meliriknya?”
Imam Syafi’i jawab kalo ijtihadnya beda banget sama gurunya, Imam Malik bin Anas, dan dia yakin suatu hari nanti yang ditulisnya bakal bermanfaat buat banyak orang.
- Ibnu Qudamah
‘Abdullah bin Ahmad bin Qudamah bin Miqdam al-Maqdisi memang dikenal sebagai seorang pemimpin dan tokoh utama dalam Mazhab Hanbali, dan karyanya, al-Mughni, menjadi acuan penting dalam mazhab tersebut. Beliau dilahirkan pada tahun 541 H di Jama’in, sebuah desa di Nablus, yang terletak di wilayah Palestina di tepi Barat. (Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala, [Beirut: Muassasah ar-Risalah, t.t], jilid XXII, hal. 165).
- Ibnu Ruslan
Ibnu Ruslan, yang juga dikenal sebagai Ahmad bin Husain bin ‘Ali bin Arsalan al-Maqdisi, dilahirkan di Ramallah, sebuah kota yang terletak di pusat Tepi Barat Palestina, pada tahun 777 H. Beliau adalah salah satu ulama besar dari Mazhab Syafi’i. Setelah tinggal di Ramallah, beliau kemudian pindah ke Al-Quds, atau Yerusalem, dan dimakamkan di sana. (Khairuddin az-Zarkali, Mausu’atul A’lam).
Ibnu Ruslan telah menulis beberapa karya penting, termasuk Syarh Sunan Abi Dawud, Shafwah Zubad fi Matan Zubad beserta syarahnya, dan syarah-syarah lainnya terhadap kitab hadits selain Sunan Abi Dawud.
Selain itu, Ibnu Ruslan dikenal sebagai sosok yang doanya dikabulkan, tidak mengonsumsi makanan yang haram, tidak menggunakan bahasa kasar, dan senang menghabiskan malamnya dengan berdoa dan istighfar. (Walid bin Ahmad, al-Mausu’ah al-Muyassirah, [Britania: Majalatul Hikmah, 2003], jilid I, hal. 183)
- Ibnu Muflihin
Ibnu Muflih, yang juga dikenal sebagai Abu Ishaq Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad bin ‘Abdillah bin Muhammad bin Muflih, lahir di Ramin, sebuah desa di timur laut Tepi Barat Palestina, pada tahun 816 H, dan meninggal pada tahun 884 H. (Syamsuddin adz-Dzahabi, al-Mu’jam al-Mukhtash lil Muhadditsin, [Maktabah ash-Shadiq], jilid I, hal. 266).
Beliau adalah seorang ahli fikih dari Mazhab Hanbali, dan pernah menjabat sebagai hakim di Damaskus beberapa kali. Di antara karya-karyanya yang terkenal adalah Syarhul Muqni fi Fiqhil Hanbali, Mirqatul Wushul ila ‘Ilmil Ushul, dan al-Maqshad al-Arsyad fi Tarjamah Ashahb al-Imam Ahmad.
- Ibnu Washif al-Ghazzi
Muhammad bin al-‘Abbas bin Washif al-Ghazzi, yang juga dikenal sebagai asy-Syaikh al-Musnid al-Kabir, adalah seorang ulama yang ahli dalam bidang hadits dan fikih dalam Mazhab Maliki. Ini merupakan catatan yang disebutkan dalam Siyar A’lam an-Nubala jilid XII, halaman 345, karya adz-Dzahabi.
Beliau memiliki beberapa guru, di antaranya adalah al-Hasan bin al-Faraj al-Ghazi dan Muhammad bin al-Hasan bin Qatibah al-‘Asqalani. Di samping itu, Ibnu Washif al-Ghazi mengajarkan banyak murid, termasuk Abu Sa’d al-Malini dan Muhammad bin Ja’far al-Mayamasi.
Beliau wafat pada tahun 372 Hijriah pada usia yang lanjut. (Ath-Thayyib bin ‘Abdillah al-Hadhrami, Qiladatun Nahrfi Wafayat A’yan ad-Dahr, [Jeddah: Darul Minhaj, 2008], jilid III, hal. 241).
- Zainuddin Yahya bin ‘Alwi al-Hadhrami al-Andalusi
Meskipun beliau tidak dilahirkan di Palestina, beliau memilih untuk menghabiskan sisa hidupnya di Gaza, dan akhirnya wafat dan dimakamkan di sana, sebagaimana yang dituturkan oleh adz-Dzahabi dalam Tarikhul Islam jilid XIV, halaman 335.
Zainuddin Yahya bin ‘Alwi dikenal sebagai seorang ulama yang ahli dalam bidang qiraat, bahasa, sastra, dan juga hadits. Beliau kerap melakukan perjalanan ke berbagai negara untuk bertemu dengan para ulama, termasuk di Mesir, Damaskus, Naishabur, dan Gaza.
- Syamsuddin Muhammad bin khalaf al-Ghazi
Muhammad bin Khalaf bin Kamil bin ‘Athaillah, atau yang lebih dikenal dengan julukan Syamsuddid, lahir di Gaza pada tahun 616 hijriah. Ia adalah seorang pria yang memegang teguh mazhab syafi’iyyah dan sangat pandai dalam memahami kitab-kitab seperti karya Imam ar-Rafi’i dan al-Mathlab yang ditulis oleh Ibnu Rif’ah.
Tidak hanya itu, Muhammad bin Khalaf juga dikenal sebagai seseorang yang sangat mendalami ibadah, memiliki sifat lemah lembut, dan hati yang baik. Ia bahkan menulis sebuah karya monumental berjudul “Maydanul Fursan fil Fiqh” yang terdiri dari lima jilid. Tokoh hebat ini meninggalkan dunia pada malam Ahad, tanggal 24 Rajab tahun 770 hijriah di Kairo. (Taqiyuddin al-Maqrizi, al-Mufti al-Kabir, [Beirut: Darul Gharbil Islamiy, 2006), jilid V, hal. 338).
- Syamsuddin bin al-Ghazi
Syamsuddin Abul Ma’ali Muhammad bin ‘Abdurrahman bin Zaynal ‘Abidin al-‘Amiri al-Ghazi, dilahirkan pada tahun 1096 H di Gaza dan berpulang ke Rahmatullah pada tahun 1167 H di Damaskus. Beliau bukan hanya seorang ahli sejarah yang ulung, tetapi juga pakar dalam Mazhab Syafi’i. Ia memegang posisi penting sebagai mufti syafi’iyyah di kota Damaskus.
Karya-karya pentingnya termasuk Diwanul islam, Tarikh Mukhtashar lil ‘Ulama wal Muluk wa Ghayrihim, Lathaiful Minnah fi Fawaid Khidmatis Sunnah, dan Tasynifus Sami’ bi Rijalil Jam’il Jawami’. Beliau telah meninggalkan warisan berharga yang terus dikenang hingga kini. ( Syamsuddin bin al-Ghazi, Diwanul islam, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t), hal. 10) dan (Khairuddin az-Zarakli, al-A’lam, [Beirut: Darul ‘Ilm lil Malayin), jilid VI, hal. 197).
- Najmuddin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi
Muhammad bin Muhammad al-Ghazi, seorang ahli sejarah yang brilian, dikenal karena karya monumentalnya yang berjudul al-Kawakib as-Sairah bi A’yan al-Mi`ah al-‘Asyirah, sebuah ensiklopedia yang mengungkap tokoh-tokoh paling menonjol pada abad ke-10 hijriah. Beliau dilahirkan di Gaza dan menghembuskan napas terakhir di Damaskus. Karyanya yang mendalam telah meninggalkan jejak yang abadi dalam sejarah.
baca juga; 3 Doa di Bulan Rabiul Akhir
Sebagai tambahan, beberapa ulama penting juga lahir di tanah Palestina. Di antaranya adalah Ibnu Hajar al-‘Asqallani yang memiliki kaitan dengan ‘Asqallan atau Ashkelon, sebuah desa yang terletak di jalur Gaza dan saat ini berada di bawah kendali negara Israel. Hal ini karena nenek moyangnya berasal dari daerah tersebut, menambah kekayaan warisan intelektual yang dimiliki Palestina. (Najmuddin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi, al-Kawakib as-Sairah, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 1997], jilid I, hal. IX).
Kamu dapat mengeksplorasi lebih dalam mengenai kisah-kisah ulama terkemuka dari Palestina di Unniversitas Alma ata, yang memberikan wawasan baru tentang warisan intelektual dan sejarah wilayah tersebut.
Bagi teman- teman yang mau belajar lebih dalam tentang dunia agama maupun pendidikan lainya, bisa join ke prodi S1 PAI serta fakultas FTIK terbaik di universitas alma ata yogyakarta”:
Refrensi
Sumber: https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/9-ulama-besar-islam-asal-palestina-yezTu